Bagi seorang muslim, sumber nilai dan
sumber hukum adalah Al-Quran dan Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang
dibutuhkan dalam analisis dan perilaku ekonomi harus bersandar pada kedua
sumber nilai tersebut. Ini tercermin dari pandangan Islam mengenai bunga.
Uniknya, di kalangan ulama dan cendekiawan Islam masih terjadi polemik apakah
bunga sama dengan riba.
Riba menurut bahasa arab berarti tambahan,
peningkatan, ekspansi atau pertumbuhan. Menurut istilah teknis, riba berarti
pengambilan tambahan (premium) sebagai syarat yang harus dibayarkan oleh
peminjam kepada pemberi pinjaman selain pinjaman pokok. Dalam hal ini, riba
memiliki arti yang sama dengan bunga sebagaimana konsensus para fuqaha (Kuncoro
2002:588).
Antonio (2004) menjelaskan bahwa menurut
Al-Quran, pandangan Islam mengenai riba dapat dilihat pada kutipan 4 surat
dengan beberapa ayat, yang diturunkan dalam empat tahap berikut ini: Surat
Ar-Rum ayat 39 menyatakan ”Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia bertambah pada harta manusia. Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan
(pahalanya)”. Tahap pertama ini menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan
mendekati taqarrub kepada Allah.
Masih menurut Antonio (2004), ia
menyatakan bahwa dalam tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk.
Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang
memakan riba, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 160-161:
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”.
Tahap
ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang
cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikkan pada masa tersebut.
Allah berfirman dalam surat Ali imran ayat 130: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. Ayat ini turun pada tahun ke-3
Hijriah. Secara umum, ayat ini harus dipahami bahwa kriteria berlipat ganda
bukanlah merupakan syarat dari terjadinya riba (jikalau bunga berlipat ganda
maka riba, tetapi jikalau kecil bukan riba), tetapi ini merupakan sifat umum
dari praktik pembungaan uang pada saat itu (Antonio,2004).
Antonio (2004) mengemukakan bahwa pada tahap
terakhir, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan
yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut
riba yaitu Surat Al-Baqarah 278-279:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman. Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jika
kamu bertobat (dari pengambilan riba) maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak
menganiaya dan tidak pula dianiaya.
Demikian dan semoga bermanfaat..
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori dengan judul Perbedaan antara bunga dan bagi hasil. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://referensiakuntansi.blogspot.com/2012/10/perbedaan-antara-bunga-dan-bagi-hasil.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Unknown - Jumat, 19 Oktober 2012
Belum ada komentar untuk "Perbedaan antara bunga dan bagi hasil"
Posting Komentar